Suku Bangsa
Akit
Orang Akit atau orang Akik, adalah kelompok sosial
yang berdiam di daerah Hutan Panjang dan Kecamatan Rupat, kelemantan
kec.bengkalis, liong kec. Bantan dan ada juga di daerah –daerah lain. Sebutan
“Akit” diberikan kepada masyarakat ini karena sebagian besar kegiatan hidup mereka
berlangsung di atas rumah rakit. Dengan rakit tersebut mereka berpindah dari
satu tempat ke tempat lain di pantai laut dan muara sungai. Mereka juga
membangun rumah-rumah sederhana di pinggir-pinggir pantai untuk dipergunakan
ketika mereka mengerjakan kegiatan di darat.
Orang Akit
telah bermukim di daerah ini sejak waktu lampau. Keberadaan mereka dibuktikan
dengan adanya catatan sejarah yang menyebutkan bahwa mereka pernah menjalin
hubungan dengan Kesultanan Siak dalam menghadapi perlawanan pasukan dari Eropa.
Pasukan Belanda yang mencoba menanamkan pengaruhnya
di daerah ini tercatat mengalami beberapa perlawanan dari orang Akit. Pasukan Akit dikenal dengan senjata tradisional berupa panah beracun dan sejenis senjata sumpit yang ditiup.
Mata
pencaharian pokok orang Akit adalah menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan,
berburu binatang, dan meramu sagu. Orang Akit tidak mengenal sistem perladangan
secara menetap. Pengambilan hasil hutan yang ada di tepi-tepi pantai biasanya
disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Penangkapan ikan atau binatang laut
lainnya mereka lakukan dengan cara sederhana, misalnya dengan memasang perangkap
ikan (bubu). Hasil meramu sagu biasanya dapat memenuhi kebutuhan akan sagu
selama beberapa bulan.
Hubungan
orang Akit dengan masyarakat lain di sekitarnya boleh dikatakan sangat jarang.
Hal ini didukung oleh kecenderungan mereka untuk mempertahankan identitas
mereka. Beberapa waktu lampau mereka memang masih sering digolongkan sebagai
“suku bangsa terasing”. Penduduk di sekitarnya banyak yang kurang berkenan
menjalin hubungan dengan mereka, karena orang Akit dipercaya memiliki
pengetahuan tentang ilmu hitam dan obat-obatan yang dapat membahayakan.
Kesulitan menjalin hubungan yang disebabkan karena seringnya mereka
berpindah-pindah. Pemerintah dan beberapa kalangan sudah mencoba meningkatkan
taraf hidup mereka, antara lain, dengan mendirikan pemukiman tetap dan
mengajarkan cara-cara bercocok tanam dengan teknik pertanian modern.
Sistem
kekerabatannya bersifat patrilineal. Seorang gadis telah dapat dinikahkah bila
usianya telah mencapai 15 tahun. Adat menetap sesudah nikah menentukan bahwa
seorang isteri mengikuti suaminya di kediaman baru atau di sekitar kediaman
kerabat suaminya. Upacara pernikahan biasanya ditandai dengan hidangan berupa
daging babi dan sejenis tuak dari pohon nira serta acara menyanyi dan menari.
Komunikasi
dengan masyarakat di sekitarnya biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa
Melayu. Walaupun sudah mengenal agama-agama besar, seperti Islam dan Kristen,
sebagian besar dari mereka masih menganut kepercayaan animistik. Pengaruh agama
Budha mereka terima dari kalangan pedagang-pedagang Cina yang banyak datang dan
menetap ke daerah ini.
lebih
spesifik lagi , di sini saya akan menjelaskan bagaimana kehidupan dan adat
istiadat orang akit yang ada di daerah saya , yaitu di desa kelemantan kec.
Bengkalis, suku akit atau lebih di kenal dengan sebutan “orang asli” yang berada
di desa kelemantan kec. Bengkalis ini, kehidupan mereka sudah tidak lagi
berpindah-pindah, hal ini di sebabkan mereka sudah memiliki perstuan organisasi
sendiri di tempat mereka seperti sekolah, tempat beribadah, mata pencaharian
yang tetap, namun suku akit di daerah ini masih sangat banyak yang mengikuti
ajaran nenek moyang mereka yaitu animisme, seperti percaya kepada dewa,
benda-banda gaib, dan ada juga yang sudah menganut agama kristen dan budha, hal
ini di sebab kan kedekatan mereka dengan suku cina yang datng untuk berdagang,
apalagi orang suku akit ini mudah terpengaruh, sehingga sering kadang kita
mendengar orang menyebut mereka dengan sebutan orang “cino akik”.
Suku akit di
daerah kelemantan kec. Bengkalis ini sudah terbiasa bergaul dengan orang-orang
islam, baik itu dari suku melayu, jawa, dan banjar, mereka sudah biasa menjalin
kerjasama, seperti mengambil upah menebang pohon sagu, mencari bahan-bahan
untuk membuat atap rumah, berbelanja di kedai-kedai dan menjual ikan hasil
tangkapan mereka ke pelosok desa mereka juga sering hadir di acara-acara orang
islam seperti hari raya, acara pernikahan dan acara-acara lain, sehingga mereka
sudah terbiasa bergaul dengan suku-suku lain yang ada di sekitar lingkungan
mereka.
Suku akit
juga memiliki adat istiadat dan upacara-upacara tertentu seperti yang kami
kenal dengan panggilan “serap”, upacara ini di lakukan di hari-hari tertentu
yang mana di hadiri oleh tetua-tetua mereka atau di sebut dengan”bomoh”, di
upacara tersebut mereka menunjukkan aksi yang tidak biasa kita lakukan dan di
luar batas kemampuan manusia seperti, menusukkan besi ke dalam tubuh mereka
serta tidak mempan di bacok, sedangkan adat istiadat mereka apabila ada
kerabat-kerabat mereka yang meninggal dunia maka pada malam dan keesokan hari
nya mereka mengadakan upacara minum tuak khas mereka yang di sebut”samsu” dan
di sertai dengan bermain judi, ada juga yang bernyanyi dan menari bersama-sama.
Untuk bahasa
yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa melayu yang bisa kita pahami,
namun dialect dan intonasi serta pengucapan yang mereka gunakan sangat berbeda,
bahasa melayu yang mereka gunakan memiliki kekhasan tersendiri yaitu setiap
kata yang berakhiran “A” maka di depan
nya akan di tambah huruf “K” contoh nya kemana manjadi kemanak, intonasi dan
pengucapan kata-kata pun agak sedikit di tekan sehingga agak terdengar asing
apabila kita tidak pernah mendengar nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar