Selasa, 07 April 2015

suku akit di Bengkalis Riau

Suku Bangsa Akit
Orang Akit atau orang Akik, adalah kelompok sosial yang berdiam di daerah Hutan Panjang dan Kecamatan Rupat, kelemantan kec.bengkalis, liong kec. Bantan dan ada juga di daerah –daerah lain. Sebutan “Akit” diberikan kepada masyarakat ini karena sebagian besar kegiatan hidup mereka berlangsung di atas rumah rakit. Dengan rakit tersebut mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain di pantai laut dan muara sungai. Mereka juga membangun rumah-rumah sederhana di pinggir-pinggir pantai untuk dipergunakan ketika mereka mengerjakan kegiatan di darat.
Orang Akit telah bermukim di daerah ini sejak waktu lampau. Keberadaan mereka dibuktikan dengan adanya catatan sejarah yang menyebutkan bahwa mereka pernah menjalin hubungan dengan Kesultanan Siak dalam menghadapi perlawanan pasukan dari Eropa. Pasukan Belanda yang mencoba menanamkan pengaruhnya

di daerah ini tercatat mengalami beberapa perlawanan dari orang Akit. Pasukan Akit dikenal dengan senjata tradisional berupa panah beracun dan sejenis senjata sumpit yang ditiup.
Mata pencaharian pokok orang Akit adalah menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan, berburu binatang, dan meramu sagu. Orang Akit tidak mengenal sistem perladangan secara menetap. Pengambilan hasil hutan yang ada di tepi-tepi pantai biasanya disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Penangkapan ikan atau binatang laut lainnya mereka lakukan dengan cara sederhana, misalnya dengan memasang perangkap ikan (bubu). Hasil meramu sagu biasanya dapat memenuhi kebutuhan akan sagu selama beberapa bulan.

Hubungan orang Akit dengan masyarakat lain di sekitarnya boleh dikatakan sangat jarang. Hal ini didukung oleh kecenderungan mereka untuk mempertahankan identitas mereka. Beberapa waktu lampau mereka memang masih sering digolongkan sebagai “suku bangsa terasing”. Penduduk di sekitarnya banyak yang kurang berkenan menjalin hubungan dengan mereka, karena orang Akit dipercaya memiliki pengetahuan tentang ilmu hitam dan obat-obatan yang dapat membahayakan. Kesulitan menjalin hubungan yang disebabkan karena seringnya mereka berpindah-pindah. Pemerintah dan beberapa kalangan sudah mencoba meningkatkan taraf hidup mereka, antara lain, dengan mendirikan pemukiman tetap dan mengajarkan cara-cara bercocok tanam dengan teknik pertanian modern.
Sistem kekerabatannya bersifat patrilineal. Seorang gadis telah dapat dinikahkah bila usianya telah mencapai 15 tahun. Adat menetap sesudah nikah menentukan bahwa seorang isteri mengikuti suaminya di kediaman baru atau di sekitar kediaman kerabat suaminya. Upacara pernikahan biasanya ditandai dengan hidangan berupa daging babi dan sejenis tuak dari pohon nira serta acara menyanyi dan menari.
Komunikasi dengan masyarakat di sekitarnya biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa Melayu. Walaupun sudah mengenal agama-agama besar, seperti Islam dan Kristen, sebagian besar dari mereka masih menganut kepercayaan animistik. Pengaruh agama Budha mereka terima dari kalangan pedagang-pedagang Cina yang banyak datang dan menetap ke daerah ini.
lebih spesifik lagi , di sini saya akan menjelaskan bagaimana kehidupan dan adat istiadat orang akit yang ada di daerah saya , yaitu di desa kelemantan kec. Bengkalis, suku akit atau lebih di kenal dengan sebutan “orang asli” yang berada di desa kelemantan kec. Bengkalis ini, kehidupan mereka sudah tidak lagi berpindah-pindah, hal ini di sebabkan mereka sudah memiliki perstuan organisasi sendiri di tempat mereka seperti sekolah, tempat beribadah, mata pencaharian yang tetap, namun suku akit di daerah ini masih sangat banyak yang mengikuti ajaran nenek moyang mereka yaitu animisme, seperti percaya kepada dewa, benda-banda gaib, dan ada juga yang sudah menganut agama kristen dan budha, hal ini di sebab kan kedekatan mereka dengan suku cina yang datng untuk berdagang, apalagi orang suku akit ini mudah terpengaruh, sehingga sering kadang kita mendengar orang menyebut mereka dengan sebutan orang “cino akik”.
Suku akit di daerah kelemantan kec. Bengkalis ini sudah terbiasa bergaul dengan orang-orang islam, baik itu dari suku melayu, jawa, dan banjar, mereka sudah biasa menjalin kerjasama, seperti mengambil upah menebang pohon sagu, mencari bahan-bahan untuk membuat atap rumah, berbelanja di kedai-kedai dan menjual ikan hasil tangkapan mereka ke pelosok desa mereka juga sering hadir di acara-acara orang islam seperti hari raya, acara pernikahan dan acara-acara lain, sehingga mereka sudah terbiasa bergaul dengan suku-suku lain yang ada di sekitar lingkungan mereka.
Suku akit juga memiliki adat istiadat dan upacara-upacara tertentu seperti yang kami kenal dengan panggilan “serap”, upacara ini di lakukan di hari-hari tertentu yang mana di hadiri oleh tetua-tetua mereka atau di sebut dengan”bomoh”, di upacara tersebut mereka menunjukkan aksi yang tidak biasa kita lakukan dan di luar batas kemampuan manusia seperti, menusukkan besi ke dalam tubuh mereka serta tidak mempan di bacok, sedangkan adat istiadat mereka apabila ada kerabat-kerabat mereka yang meninggal dunia maka pada malam dan keesokan hari nya mereka mengadakan upacara minum tuak khas mereka yang di sebut”samsu” dan di sertai dengan bermain judi, ada juga yang bernyanyi dan menari bersama-sama.
Untuk bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa melayu yang bisa kita pahami, namun dialect dan intonasi serta pengucapan yang mereka gunakan sangat berbeda, bahasa melayu yang mereka gunakan memiliki kekhasan tersendiri yaitu setiap kata yang berakhiran “A” maka  di depan nya akan di tambah huruf “K” contoh nya kemana manjadi kemanak, intonasi dan pengucapan kata-kata pun agak sedikit di tekan sehingga agak terdengar asing apabila kita tidak pernah mendengar nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar